Kemana harus kutitipkan gelisahku, Nil?
Mungkin nanti sampai aku nyusul kau mati, jenis kita ini masih warga kelas dua.
Bukan soal sekolahnya, Nil! Bukan!
Tapi kupikir karena banyak yang memang percaya kalau perempuan itu ditakdirkan hidup nggelosor. Jadi pel buat orang banyak.
Kemana harus kutitipkan gelisahku, Nil?
Kalau kita gagal beranak kitalah yang salah.
Hampir selalu cuma kita!
Karena nggak sehatlah, karena kurang hati-hatilah, karena setreslah...
Apa mereka pernah tanya apa rasanya jadi kita, Nil?
Apa pernah?
Kenapa kita jadi nggak sehat, sepertinya kuranghati-hati dan kenapa sampai setres!
Apa mereka peduli, Nil? Apa mereka mau mencoba mengerti?
Setengah hidup kita tahan sakit di badan dan di hati...
Dan pahitnya, Nil...
Sebagian dari jenis kitalah yang menudingi hidung-hidung jenis mereka sendiri
:
”Bodoh! Apa yang kalian perjuangkan, sih? Kita kan memang ditakdirkan untuk jadi begini ini, karena kita terlahir dari jenis yang ini di tanah ini!”
Semprul!
Banyak juga yang masih menimang cara seperti itu, Nil...
Perempuan dikira kain, apa? Dimek-mek. Kalau udah jelek tinggal dijadikan gombal. Jadi keset. Lebih jelek dari ”Welcome” sekalipun!
Aku mau nangis, Nil... Tapi katanya gak boleh. Katanya cengeng amat. Terkadang terlihat berperasaan pun dianggap salah. Padahal aku ini sedih, Nil. Dan cuma butuh nangis sedikit. Bukan pingin mati...
(BuRuLi, WarBat: 21 Juli 2006/ dinihari pagi)
Friday, 28 September 2007
Surat Buat Trinil
Posted by
BuRuLi
at
11:56
Labels: Catatan kecil BuRuli
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment