Sunday, 8 July 2007

Tentang Perempuan Pengembara

Suatu hari suatu waktu,
aku temukan kamu.
Berdiri.
Sendirian.
Sedang menatap bintang.

"Apa kabar langit" Katamu...
(A sketch of me, 20 April 2004)

Eksibisionis!

: sebuah catatan kecil BuRuLi

Jangan menjadi eksibisionis! Teriak ibumu, bapakmu, kakak dan adikmu bahkan tetanggamu. Eksibisionis yang mengumbar ceria di depan orang -orang yang sedang lupa apa itu bahagia. Nanti kau dikutuki. Di sumpah-serapahi. Rasakan! Kalau kau besok tak merasakan bahagia lagi!

Idih! Kenapa, sih?

Seperti kita yang meski saatnya sedang tidak puasa hampir selalu tak bisa makan dengan tenang disaat bulan puasa. Wah. Sebenarnya kita kan tidak lantas menunjuk-nunjukkan. Kadang kita sudah duduk manis di wilayah meja makan. Memang tempatnya. Masih salah juga?

Kalau kau sedang jatuh cinta, lalu matamu berpendar ceria indah seperti bintang yang menggantung di atap surga, apa itu salah?

Kenapa jadi salah?
Dimana salahnya?

Kita tak sedang memamerkan baju baru di depan orang-orang yang tak sanggup punya baju!

Seorang kanak-kanak baru saja menyelesaikan gambar ikan mas kokinya. Warna-warni. Sangat ceria. Jangan kau bayangkan sebagai sebuah gambar sempurna sebagaimana guratan seorang dewasa. Ia hanya mengguratkan warna, kemudian meneriakkan judul “gambarnya” :

“INI GAMBAR IKAN MAS KOKI SAYA!”

Seandainya kau tak punya keberanian sebesar dia untuk memamerkan sebuah karya, maka diamlah dan duduklah manis tanpa mengganggu kebahagiaanya. Ia cuma kanak-kanak, yang selalu mudah untuk menjadi riang dengan sendirinya.

Kenapa kita tak mulai belajar turut berbahagia atas kebahagiaan orang-orang di sekitar kita? Memberi mereka doa agar kebahagiaan itu selalu ada dan semoga menular pula ke sekelilingnya.

Membayar tawa dengan tawa, pelukan dengan pelukan, tangan-tangan yang selalu bergandengan. Selamat! Selamat atas kebahagiaanmu. Maukah kau turut berdoa buatku? Agar aku bisa seberuntung kamu?

Manis sekali!

(BuRuLi, LeBul: 06.04.2004)

Hujan, Ya? He he he…Iya!

Catatan Kecil BuRuLi

Sayang sekali di rumahku nggak ada jendela yang bikin kita bisa mengintip ke halaman luarnya. Ada sih, jendela… tapi tidak ideal untuk memandang. Bukan jendela yang bersahabat. Jendela yang sama sekali nggak punya “mata kamera”. Hiks. Well, tapi bagaimana lagi. Kita harus bersyukur atas sebuah rumah yang sudah bagus ada jendelanya. Ingat puisinya Faiz tentang kawan yang rumahnya gak berjendela? Aku lupa judulnya. Baru mau beli bukunya tapi belum jadi.

Hujan, ya? He he he…Iya! Pertanyaan tolol. Sudah tau terdengar rintik-rintik di luar sana masih juga bertanya. Tadi aku baca status messenger seorang kawan tentang keadaan hari ini, “Rain Song” tulisnya. Aku jadi lebih teliti mendengarkan bunyi rintiknya satu-satu. Tik..tik..tik…Thanks Cece, kamu mengingatkan aku pada sesuatu yang patut kita nikmati…

Hujan, ya? He he he…Iya! Kenapa kesedihan sering hinggap pada saat-saat seperti ini. O, apa ada hubungan hujan dengan suasana hati? Apa ada hubungan hujan dengan hormon dan segala impian? Yang aku tau hanya bahwa aku merasa sepi. Itu saja.

Karena hujan?
He he he, karena hujan, ya? Masa, sih? Ampun, Tuhan… Aku nggak mau menyalahkan. Kau ataupun siapa saja. Tidak. Aku tidak berani. Kau lihat pintumu yang sedikit, rusak, Tuhan? Tadi malam aku mencoba mendobraknya. Aku hantam dengan apa saja. Tapi bukan pintunya yang terbuka, malah aku yang semakin memar luka. Tuhan, tadi malam Engkau dimana?

Ada apa sih, sebenarnya?
Iya… ada apa, ya? Di luar ada hujan. Suaranya terdengar rintik-rintik. Di dadaku yang tebal aku mendengar degup jantungku sendiri. Bup! Bup! Bup! Aku juga mendengar suara kipas CPU yang menderu, kadang-kadang suara mesin air. Demikian riuh susasana sebenarnya. Kenapa tetap terasa sepi saja?

Bahkan aku juga mendengar suara air yang menetes dari keran kamar mandi yang sudah sedikit longgar. Demikian sepikah keadaannya? Tuhan … ( Ssst… sebenarnya aku juga bisa mendengarkan suara hatiku sendiri…)


(BuRuLi de Pooh, LeBul: 21/04/2004)

Ini Akan Menjadi Sebuah Perjalanan Raya!

Catatan Kecil BuRuLi

K i t a c a t a t i t u !

Tidaklah salah kalau para ibu dan ayah kita menjerit mendengar rencana perjalanan kita. Ini adalah sebuah petualangan besar. Jangan main-main! Kata mereka. Betapa itu benar, kawan!

Bisa kau bayangkan? Ibarat jalan raya Anyer- Panarukan yang menjengkali panjang pulau Jawa, sepanjang itulah barangkali sebuah terowongan di hadapan kita. Sekarang. Saat ini. Cahaya memang menanti di ujungnya kalau kita mau bersabar hati melintasinya perlahan-lahan. Dengan mengendarai kendaraan darat yang melaju pada kecepatan rata-rata kendaraan angkutan penumpang kita sebisa mungkin berhati-hati sebab ngebut dapat mengakibatkan kecelakaan dan akhirnya kematian.

Bukankah kita tak ingin tiba sebagai jenazah di kota tujuan, menggantungkan nasib kepada para pengusung dan berharap mereka berlapang dada menopang sekaligus mendoakan kita!

Seandainya kita adalah musafir maka kita harus berusaha menjadi para musafir cerdas yang tak gampang tertipu oleh sekedar fatamorgana oase di kejauhan. Batapa perjalanan ini akan menjadi perjalanan yang menantang sekaligus menegangkan. Sebuah petualangan yang layak diperhitungkan sebagai perbuatan bertaruh nyawa dalam kehidupan kita.

Menakutkan?
Aha. Kita mulai mencium bau ketegangan dalam wacana ini, bukan? Tapi bukan kita namanya kalau tak tergoda untuk menaklukan segala ketakutan dalam dada. Tantangan yang memompa adrenalin. Rasa ingin tahu yang membusa. Bertemu apa kita nanti dalam perjalanan keujung terowongan sana?

Barangkali saja ada ular besar sedang asik tidur nyenyak di sebelah mata kaki kita, atau ular kecil yang justru demikian berbisa dan hanya menyisakan waktu untuk menyebut nama “Mama!” setelah gigitan kecil pertamanya. Tik! Buyar segala rencana.

Tapi kita melihat cahaya di ujung sebelah sana…

Semakin menakutkan?
Ya, tapi juga semakin menarik saja. Labih-lebih ketika kita sudah mendengar tentang hamparan sebuah telaga di ujung sana tepat di bawah cahaya yang terang jingga. Energimu tiba-tiba seperti akan muncrat dari puncak kepala. Oh!

Kesimpulannya sederhana saja! Kata mereka. Pelajari ilmu navigasi! Jangan pernah malas selidiki segala hal dan segala segi. Lengkapi juga perbekalanmu!

Perbekalan!
I n i K a t a K u n c i !

Apa saja yang perlu kita sediakan?
Masalahnya adalah “permasalahan yang sebenarnya” justru baru akan dimulai setelah kita tiba di ujung terowongan yang bercahaya jingga indah itu. Tugas kita disana adalah membangun peradaban baru. Sebagai sebuah tim yang solid sudah selayaknya kita bekerjasama membuat rencana mulai dari penghitungan anggaran sampai dengan memeriksa cetak birunya. Bukan pekerjaan yang sederhana sebenarnya. Tapi bukan pula sebuah pekerjaan yang mustahil.

Siap?
Sekarang mari kita periksa segala persiapan awal kita. Alurnya adalah begini:

1. Arah perjalanan kita sudah jelas: Ujung Terowongan
2. Petunjuk perjalanan awal: Cahaya Jingga
3. Tempat pemberhentian awal disana: Tepian Telaga
4. Tujuan Perjalanan: Membangun Peradaban Baru

Hal-hal yang dibutuhkan selanjutnya adalah:

1. Biaya perjalanan : Ongkos-ongkos kendaraan dan karcis-karcis pintu masuk serta sedikit kas awal.
2. Perbekalan makanan : Makanan pokok, lauk sekedarnya dan air.
3. Perbekalan alat : Lampu, peta, kompas, survival kit dan P3K.

Nah,
Sekarang kita menjadi tahu apa yang harus kita kerjakan. Mengenai tabel waktu, bukankah sudah kita sepakati sejak awal? Maka yang diperlukan adalah disiplin agar kita tidak panik pada hari-hari menjelang keberangkatan. Deadline adalah motivasi. Membiasakan pengecekan pada persiapan masing-masing anggota tim. Sungguh ini bukan proyek kecil milik pribadi. Kita paham itu!

Ok, tim!
Mari kita berjuang! Pada hari itu kulihat engkau lumayan kepayahan. Biar kubantu sedikit dan semoga engkau tak keberatan. Barangkali esok akulah yang akan membutuhkan bantuan. Kupikir perjalanan ini akan sangatlah menyenangkan mengingat langkah kita yang selalu diiringi dengan siulan-siulan…

(BuRuLi, LeBul: 17. 04. 2004)

*Selamat berjuang, semua tim! Juga tim kita, Candy!

Mari Kita Memaki! Dan Jadilah Kita Trendy!

Sekarang musim memaki. Pohon makian telah ditanam di halaman rumah kita masing-masing. Daunnya lebat. Sekilas seperti beringin yang hijau menyejukkan. Uh!

Bau. Sebab setiap lembar daun yang jatuh mengeluarkan getah kebencian dan raungan menyakitkan pendengaran. Daftar saja semuanya: Isi got, isi celana, kebun binatang…

Kalau kau tidak memaki, kau tidak akan dikenal. Anak baik-baik selalu lebih tidak menarik. Ini kenyataan.

Nah mari kita menjadi pengikut setan. Ramaikan isi neraka. Bikin konser disana. JREENGGG!!!

-BuRuLi. Ngambek. 2003-

Titip Surat Lewat Randu! Surat Buat Para Hantu!

:kalian!
Ndu!
Dadaku ngilu.
Rindu kerumunan hantu.
Rindu cerita-cerita itu.
Rindu kau.
Gilamu.
Perempuan yang kebakaran selalu.
Sajakmu.
Lagumu.
Gitar maut itu.

Jazz di malam hari.
Cecil Mariani.

Duh!
Aku rindu rukuku Paman Idamku.
Arwan dan pijatan mujarabnya.
Agung dan celotehan parahnya.

Rindu Mas Pinang dan dongeng malamnya, Ompit dan petualangannya, Ninus lucu dan Yulie Si Pemalu.

Dimana Nanang?
Diamana Aang?
Dimana Sam, Mbak Nonny Indah dan semuanya?
Dimas dan semua lagu yang tak juga ketemu nadanya?

Aku rindu Mahdi, yang menginap semalam dan demam tinggi. Bleem yang tak berhenti menasihati. Thanding Sari yang tak pernah mati. Onoy dan Momoy yang pernah mampir pada suatu hari…

Paman Njibs, Visnu dan tentang catatan sekilas waktu.

Aku rindu malam-malam itu.
Pembacaan-pembacaan puisi itu
Bang Saut dan puisi jembut
Sihar yang gahar
Katrin yang besar

Aku rindu, Randu!
Rindu sampai ngilu Suasana Rumah Hantu…

· Hampir lupa satu nama: Qizink la Aziva!
(BuRuLi, LeBul: 22.02.2004)

Hari-Hari Pertama

: dari dan kepada BuRuLi

Begitulah!

Selalu begitu!

Hari-hari pertama akan selalu menampilkan tubuh gemetaran. Ha ha! Perhatikan saja dirimu baik-baik setiap kau harus menghadapi hari-hari pertamamu

:

Hari pertama kau masuk sekolah.
Hari pertama kau menjadi penjelajah.
Hari pertama kau menstruasi
Hari pertama kau mendapatkan kekasih

Hidup, setiap awalnya adalah pertanyaan. Gumpalan-gumpalan informasi yang minta diterjemahkan. Sedang apa kita?

Ya.
Sedang apa.
Mau kemana.
Kiri, kanan, lurus, berbelokan…

Kita ketakutan.

Kita semua merasakan :

Ada tikungan di depan sana. Ada jurang disisinya. Semua bisa terjun kedalamnya. Kita bisa hancur dan terbunuh semuanya. Begitulah.

Kita adalah manusia.
Cuma manusia.
Itu saja.

Kemudian kita mencoba menghadapinya. Mencoba untuk tidak asal saja mecurigai semuanya. Barangkali kemarin kita telah berbuat salah, tapi tidak hari ini. Tidak akan lagi. Ya, tidak akan lagi.

Tapi aku masih gemetar…

Kau kira mereka tidak?
SAMA SAJA!

Tidak akan mudah bagimu. Juga tidak bagi mereka. Setiap pengalaman pertama adalah menakjubkan. Dan akan menjadi kenangan. Benar bukan?

Tuhan sayang,
Beri aku keberanian…

Tap! Tap! Tap!

Aku mendengar langkahku. Kakiku. Menderak lantai kayu yang tertabuh hentakan sepatu.

Tap! Tap! Tap!

Aku harus melangkah. Harus! Jangan takut lagi! Jangan ragu lagi!

Tap! Tap! Tap!

Kamu bisa, sayang!
Rayuku.
Pada diriku.

(BuRuLi, LeBul: 05.04.2004/ 03:55 am)

*My Smurf, Aku sedang berusaha tenang, berharap semuanya baik-baik saja. Berharap kau baik-baik saja. Belajar mempercayaimu dan diriku sendiri. Belajar mempercayai-Nya!

Surat Buat Paman Tercinta

Dear Paman Idam,

Kukirimkan padamu khayalku tentang kau dan bundamu. Tentang aku yang terselip disitu. Tentang kita dan lagu. Semoga kau dan bunda menyukainya! Aku membuatnya dengan cinta. Sungguh dengan cinta!

Sungguhpun ini hanya sebuah fiksi belaka =)

###
Pada suatu senja. Acara kumpul keluarga.

Sebuah kebun bunga, sejuk, mendung yang tenang, ada air mancur, beberapa ekor merpati bertengger di atas pohon flamboyan tua.

Ada gazebo disana. Para paman, para bibi dan bunda duduk mengitari meja.

Lalu aku. Lima tahun. Gaun putih dan rangkaian bunga di kepala. Aku adalah malaikat. Begitu kata Paman Idam. Aku senang. Hampir melonjak dan menabrak vas bunga pajangan. Sssst!!! kata paman. Bunda menunggu. Kita menyanyi sekarang.

Aku, Paman Idam dan gitarnya. Bertiga kami meramu irama. Rakakuku Burung Hantu, Paman?

Paman Idam tersenyum. Aku gembira. Senyum paman berarti "ya". Semua bertepuk tangan, cannon dimulai. Aku adalah burung hantu kecil yang ribut!

" Bila hari.. mulai senja... gelap pun menjelma
Kubersama... burung kuku... bernyanyi gembira..."

" Matahari terbenam... hari mulai malam... terdengar burung hantu... suaranya merdu..."

Bunda yang tua menggerakkan kepalanya, mengangguk menggeleng mengikut irama. Para paman dan bibi bersahutan berakaka rukuku... membaca puisi dicelah-celah lagu.

Aku senang. Malaikat kecil yang hinggap lalu terbang di udara malam. Aku melayang. Bintang... bulan...

Tiba-tiba sunyi.

Gitar paman tidak menabuh lagi. Tenang, suara petikan yang kukenal. Pamanku berbinar. Mulai, sayang! Katanya... aku mengerti. Rahasia! Kami sudah latihan kemarin malam.

Heran. Semua terdiam. Sunguh sunyi. Aku ragu. Paman Idam tertawa. Tidak papa! Begitu kudengar ia bicara, aku mulai bersuara

"Kasih ibu, kepada beta, tak terhingga sepanjang masa..."
"Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia"

Semua terdiam. Lupa bertepuk tangan. Aku bingung. Binung bukan kepalang. Diletakkan paman Idam gitarnya di samping kursinya. Dipangkunya aku. Ada apa, paman? Mataku bertanya.

Sunyi. Tangan paman pada kepala. Semua wajah menghadap bunda.

Sssst. Sayang, bunda sudah tidur tenang!

Paman?

Ada telaga disana. Mata paman tercinta!

(BuRuLi, LeBul: 05 Maret 2004)

Ayah, dimana layangan akan kita naikkan?

[Catatan Kecil BuRuLi untuk Cikal]

Idealnya, di setiap lingkungan tempat tinggal ada lapangannya. Juga…
Idealnya, di setiap rumah kita ada halamannya. Juga…
Idealnya lagi, setiap orang seharusnya punya rumah…
Tetapi…

Jangankan lapangan…
Rumah untuk tinggal saja…

Mari kita pergi ke pantai
Tetapi ayah Dian tak punya mobil untuk mengantar Dian ke pantai
Kalau begitu kita pergi ke pantai naik bis
Tetapi ayah Mirna bahkan tak punya uang untuk mengantar Mirna pergi ke pantai naik bis
Lalu akan kita naikkan dimana layangan ini, Ayah?
Kita naikkan di atas loteng!
Tetapi tak setiap rumah ada lotengnya…

Bahkan tak setiap orang punya rumah, Ayah!

Ada kawan yang tinggal di dekat lapangan. Lapangan yang berpagar dan kawan harus membayar. Uang kawan hanya cukup untuk membayar salah satu, membeli layangan atau membayar karcis masuknya?

Kadang-kadang kawan bahkan tak lagi punya pilihan, uangnya hanya cukup untuk makan. Itupun kalau kawan sedang lumayan beruntung.

Ayah, dimana layangann ini akan kita naikkan?

Simpan dulu layangan kita, sayang! Bantu ayah mengangkut sampah? Kau masih beruntung, karena sampah kau masih bisa bayar sekolah!

(BuRuLi, LeBul 23 Juli 2004/ 11:50 pm)

*Selamat hari anak, sayang!

Aku dan kawan-kawan

: Catatan Kecil BuRuLi

“Kalau kau memberi mereka kesempatan untuk datang dan pergi, menitip diri lalu membiarkan mereka tumbuh dan berkembang menuruti panggilan alam, itu baru kau adalah kawan sejati!”

Hah? Jadi bukan berarti kita yang sedari kecil tumbuh bersama dan tidak pernah saling meninggalkan hingga dewasa?

“Apa konsepmu tentang seorang kawan yang meninggalkan? Kawan yang tiba-tiba menemukan dunianya sendiri yang seringkali berbeda dengan yang dulu sama-sama kalian miliki sehingga mereka harus berangkat untuk sungguh-sungguh menemukan jati diri? Berikan kesempatan itu kalau kau sungguh-sungguh sayang mereka!”

Berarti satu-persatu mereka akan menghilang…
Benarkah?
Begitukah?
Haruskah?

“Apa sih yang sebenarnya kau sebut dengan menghilang? Ketika mereka tidak ada di depan matamu karena sedang berjuang ? Ketika mereka tidak lagi sempat berbagi kisah? Ketika mereka lupa jalan menuju rumahmu juga tanggal ulangtahunmu. Itukah?”

Kenyataannya?

“Ha ha! Sederhana saja kalau kau ingin membuktikannya! Katakan kau merindukan mereka, sebut nama mereka satu-satu dan tunggulah reaksi itu! Maka yang pergi sebagian akan kembali, yang menetap bisa jadi bertambah erat dan… relakanlah yang hilang sebagai kenangan!”

Artinya?

“Semua ada waktunya, semua ada masanya. …”

Mengapa mereka berubah?

“Karena mereka bertumbuh. Apakah kau tidak?”

… … …

(BuRuLi, LeBul: 23. 07. 2004/ 4: 16 am)

Slurperry Cartoony Horrayy!!

: My world!

Yup Yup Yup!

I don wanna get sad anymore…Nope! Uh! Uh!
It’s time to jump and run under the shining sun
You know?
I ever cry but not today
Not now
Not anymore!
Uh! Uh!

Slurperry Cartoony Horrayy!!
I jump to you
You jump to me
Let’s jump together just you and me
Say yes! And join me!
See you on Sesame!

Spring time!
Just feel like the spring time
Or summer summer summer
Everyday are valentine
No time for winter!

Next time I’ll visit 100 Acre Wood
I’ll bring Elmo around the neighbourhood
Meet Christopher Robin And Winnie The Pooh
Piglet, Tigger Kangga and Roo
Also Owl and Eeyore Too

Let’s watch Rabbit and Oscar
They will Grouchy Happily Ever After!
Gosh! I Love my world
Being here
With you
Together!

No time for sadness
Not here
Not now
Not forever
Uh! Uh!

(BuRuLi de Pooh, LeBul: 22 April 2004)

Sajak Buat Dyah

: kpd bayi-bayi

Dyah Nyiur ananda sayang
Engkau lahir di belantara rimba kehidupan
Maka dekatlah pada matahari
Agar terang selalu cahaya hati

Jangan takut, nak!
Demikian ayah dan bunda pesankan
Tak ada yang lebih indah daripada kehidupan
Meski senantiasa kau hias dengan tangisan
Biarkan saja, nak!
Itu semua rencana Tuhan
Baik-baiklah engkau pada-Nya
Buka telinga bagi firman-Nya
Ketuklah pintu setiap kau rindu
Ia selalu ada untukmu

Kau lihat itu di sana?
Itu adalah titian
Titian panjang yang akan kau lewati
Jaman membuatnya demikian licin
Maukan engkau berhati-hati?
Tergelincir itu demikian sakitnya
Dan akan menimbulkan bekas luka.
Tak usahlah, nak…
Tak usah mencoba yang sia-sia
Dahulu kami pernah kehilangan peta
Jangan kau turut jejak yang tersisa

Demikianlah pesan ayah dan bunda, nak!
Semoga tak sia-sia!

(Bunda Nyiur, LeBul: 22 April 2004)