Catatan Kecil BuRuLi
Sayang sekali di rumahku nggak ada jendela yang bikin kita bisa mengintip ke halaman luarnya. Ada sih, jendela… tapi tidak ideal untuk memandang. Bukan jendela yang bersahabat. Jendela yang sama sekali nggak punya “mata kamera”. Hiks. Well, tapi bagaimana lagi. Kita harus bersyukur atas sebuah rumah yang sudah bagus ada jendelanya. Ingat puisinya Faiz tentang kawan yang rumahnya gak berjendela? Aku lupa judulnya. Baru mau beli bukunya tapi belum jadi.
Hujan, ya? He he he…Iya! Pertanyaan tolol. Sudah tau terdengar rintik-rintik di luar sana masih juga bertanya. Tadi aku baca status messenger seorang kawan tentang keadaan hari ini, “Rain Song” tulisnya. Aku jadi lebih teliti mendengarkan bunyi rintiknya satu-satu. Tik..tik..tik…Thanks Cece, kamu mengingatkan aku pada sesuatu yang patut kita nikmati…
Hujan, ya? He he he…Iya! Kenapa kesedihan sering hinggap pada saat-saat seperti ini. O, apa ada hubungan hujan dengan suasana hati? Apa ada hubungan hujan dengan hormon dan segala impian? Yang aku tau hanya bahwa aku merasa sepi. Itu saja.
Karena hujan?
He he he, karena hujan, ya? Masa, sih? Ampun, Tuhan… Aku nggak mau menyalahkan. Kau ataupun siapa saja. Tidak. Aku tidak berani. Kau lihat pintumu yang sedikit, rusak, Tuhan? Tadi malam aku mencoba mendobraknya. Aku hantam dengan apa saja. Tapi bukan pintunya yang terbuka, malah aku yang semakin memar luka. Tuhan, tadi malam Engkau dimana?
Ada apa sih, sebenarnya?
Iya… ada apa, ya? Di luar ada hujan. Suaranya terdengar rintik-rintik. Di dadaku yang tebal aku mendengar degup jantungku sendiri. Bup! Bup! Bup! Aku juga mendengar suara kipas CPU yang menderu, kadang-kadang suara mesin air. Demikian riuh susasana sebenarnya. Kenapa tetap terasa sepi saja?
Bahkan aku juga mendengar suara air yang menetes dari keran kamar mandi yang sudah sedikit longgar. Demikian sepikah keadaannya? Tuhan … ( Ssst… sebenarnya aku juga bisa mendengarkan suara hatiku sendiri…)
(BuRuLi de Pooh, LeBul: 21/04/2004)
No comments:
Post a Comment