Sepotong sajak telah ditemukan mati mengenaskan di bawah sebuah jendela
Sajak siapa?
Jendela siapa?
Kenapa sajak itu sampai bisa mati terbunuh disini?
Orang-orang memilih bungkam
Diam adalah senjata
Dan para penanyapun memilih berhenti bertanya
:
Sajak itu telah memilih mati, kata orang-orang.
Bohong!
Dimana-mana sajak lebih memilih cinta daripada kematian.
Tapi apa benar?
Orang-orang dulu telah menggunakannya sebagai alat untuk mendapatkan berbagai macam keinginan mereka.
Anda ingin pacar, kekasih, pengagum dan penggemar? Tulislah sajak!
Atau anda baru saja terluka? Tulis jugalah sajaknya!
Maka berderetlah puisi-puisi untuk dan dari pacar, mantan pacar, calon suami, calon istri, mantan suami atau istri bahkan para orang yang belum pernah kita sempat tahu mereka siapa.
Puh!
Memuakkan.
Sungguh memuakkan!
(Atau... mungkinkah racun bernama kisah percintaan itu yang telah membunuhnya? Ia tampak demikian ungu kaku dan barangkali sangat tersiksa menjelang ajal menjemputnya)
Entahlah...
Salah seorang yang datang menjenguk mendiang sajak itu telah memaki-maki Sang Sajak di depan jasadnya
:
Kau pembohong!
Serunya.
Barangkali ia benar.
Orang itu telah menemukan ribuan sajak yang sama dan seirama bagi dirinya, bagi diri orang-orang lain, dari orang yang sama yang telah mengirimkan sajak itu padanya... dulu.
Isinya adalah:
Cinta
”Aku mencintaimu”
Demikian sepotong bunyi dari sederet sajak itu.
Entahlah...
Kematian sajak telah membuatnya beku sekalipun ia pernah terluka karenanya.
Orang itu telah merindukannya.
:
Sepotong sajak bernada cinta
Lantas,
Jendela siapakah itu?
(BuRuLi, WarBat: 3 February 2007)
No comments:
Post a Comment