Sunday, 8 July 2007

Surat Buat Paman Tercinta

Dear Paman Idam,

Kukirimkan padamu khayalku tentang kau dan bundamu. Tentang aku yang terselip disitu. Tentang kita dan lagu. Semoga kau dan bunda menyukainya! Aku membuatnya dengan cinta. Sungguh dengan cinta!

Sungguhpun ini hanya sebuah fiksi belaka =)

###
Pada suatu senja. Acara kumpul keluarga.

Sebuah kebun bunga, sejuk, mendung yang tenang, ada air mancur, beberapa ekor merpati bertengger di atas pohon flamboyan tua.

Ada gazebo disana. Para paman, para bibi dan bunda duduk mengitari meja.

Lalu aku. Lima tahun. Gaun putih dan rangkaian bunga di kepala. Aku adalah malaikat. Begitu kata Paman Idam. Aku senang. Hampir melonjak dan menabrak vas bunga pajangan. Sssst!!! kata paman. Bunda menunggu. Kita menyanyi sekarang.

Aku, Paman Idam dan gitarnya. Bertiga kami meramu irama. Rakakuku Burung Hantu, Paman?

Paman Idam tersenyum. Aku gembira. Senyum paman berarti "ya". Semua bertepuk tangan, cannon dimulai. Aku adalah burung hantu kecil yang ribut!

" Bila hari.. mulai senja... gelap pun menjelma
Kubersama... burung kuku... bernyanyi gembira..."

" Matahari terbenam... hari mulai malam... terdengar burung hantu... suaranya merdu..."

Bunda yang tua menggerakkan kepalanya, mengangguk menggeleng mengikut irama. Para paman dan bibi bersahutan berakaka rukuku... membaca puisi dicelah-celah lagu.

Aku senang. Malaikat kecil yang hinggap lalu terbang di udara malam. Aku melayang. Bintang... bulan...

Tiba-tiba sunyi.

Gitar paman tidak menabuh lagi. Tenang, suara petikan yang kukenal. Pamanku berbinar. Mulai, sayang! Katanya... aku mengerti. Rahasia! Kami sudah latihan kemarin malam.

Heran. Semua terdiam. Sunguh sunyi. Aku ragu. Paman Idam tertawa. Tidak papa! Begitu kudengar ia bicara, aku mulai bersuara

"Kasih ibu, kepada beta, tak terhingga sepanjang masa..."
"Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia"

Semua terdiam. Lupa bertepuk tangan. Aku bingung. Binung bukan kepalang. Diletakkan paman Idam gitarnya di samping kursinya. Dipangkunya aku. Ada apa, paman? Mataku bertanya.

Sunyi. Tangan paman pada kepala. Semua wajah menghadap bunda.

Sssst. Sayang, bunda sudah tidur tenang!

Paman?

Ada telaga disana. Mata paman tercinta!

(BuRuLi, LeBul: 05 Maret 2004)

No comments: